Lena merapikan rambut panjangnya yang sedikit tersibak angin, dilemparkannya pandangan ke sekeliling halaman rumahnya yang cukup luas itu. Beragam jenis pepohonan dan bunga tertata rapi di setiap sudut halaman. Lampu taman yang remang menambah syahdu suasana malam itu, angin sepoi perlahan menerpa wajah Lena yang oriental, teduh dan sedap dipandang mata.
Lena menyeruput kopi hitamnya yang setengah manis, ya.. setengah manis karena ia kurang suka dengan gula. Wajah nya mendongak ke atas, mata indahnya nanar menatap jutaan bintang yang terhampar di langit cerah malam itu.
“Indah.” Gumam nya. Seketika hatinya bergetar, seraya berucap lirih, “Bapak … Lena rindu.. Lena ingin peluk Bapak …”
Ya, bapak yang ia maksud adalah ayah kandungnya yang sudah beristirahat lebih dulu di pangkuan Ilahi beberapa tahun lalu, Lena merupakan anak yang paling dekat dengan sang ayah dibanding saudaranya yang lain. Pikirannya pun tertuju pada masa-masa indah saat sang ayah masih berkumpul bersama ia dan keluarga.
*
Kreeekkk …
Suara pintu terbuka dari arah luar kamar Lena, seorang laki-laki paruh baya sedikit menghela napas melihat anak gadis kesayangannya masih tertidur dengan lelapnya, padahal fajar telah menyingkap tirai malam dan jarum jam dinding pun menunjukkan pukul enam lewat tujuh pagi, namun jiwanya enggan terjaga.
“Len, Lena.. bangun nak …” Tutur nya lembut, yang dibangunkan pun perlahan membuka matanya yang masih dibalut sisa kantuk itu.
“Bapak!! Astagaaa!! Sudah jam berapa ini, pak?” Seketika dirinya bangkit dari pembaringan.
“Jam enam, Leeeen.”
“Oke, pak. Lena mandi dulu yaa!” Serunya seraya menyambar handuk kesayangannya dan bergegas ke kamar mandi, sang ayah hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah laku putri kesayangannya itu.
…
“Pak, hmmm anu pak, Lena.. boleh nggak Lena minta beliin jam tangan baru?”
“WHATTT??? Jam tangan lagi?” Tiba-tiba sebuah suara mengandung protes memekikkan telinga bagi yang mendengar nya. Pemilik suara itu adalah Nindy, yang tak lain merupakan kakak sulung Lena.
“Bukannya baru sebulan lalu kamu dibelikan jam tangan oleh bapak?” Lanjut Nindy.
“Yaileehh kak, adik mu ini sudah bosan pakai jam tangan itu, aku ingin yang baru hehehe..” tukas lena dengan tawa menyeringai.
“Sudah-sudah.. jangan ribut, nanti bapak belikan kalian jam tangan.” Suara bapak menengahi keributan kecil kedua anaknya.
“Yeeeaayyyy!! Makasih, pak.” Seru lena.
“Tak usah, pak. Jam tangan ku masih layak pakai kok..” Sela nindy.
“Ya sudah kalau gitu bapak belikan buat Lena saja ya, pak..”
“Ya sudah, sekarang kalian masuk ke kamar kalian masing-masing, terus tidur, malam sudah larut.” Ujar sang ayah penuh wibawa seraya bergegas melangkahkan kaki meninggalkan kedua putrinya yang masih berdiri di tempat.
…
“Kriiingg.. kriiingg …” Lena baru saja hendak melangkahkan kakinya keluar rumah ketika suara telephone berdering.
“Ya, halo?”
“Apa benar ini kediaman rumah keluarga Bapak Effendi?” Tanya seseorang dari seberang sana.
“Iya benar, maaf ini dengan siapa?” Tanya Lena.
“Kami dari rumah sakit Citra Medika ingin mengabarkan bahwa Bapak Effendi telah mengalami kecelakaan tunggal dan.. maaf, beliau meninggal di rumah sakit ini beberapa menit setelah tiba.”
Degghh..
Bagaikan disambar petir, Lena mendengar kabar duka tentang sang ayah yang sangat disayanginya itu. Tanpa sadar ia duduk terjatuh di samping meja telepon, lutut nya terasa lemas hingga ia tidak bisa berdiri, dibiarkannya gagang telepon yang masih menggantung.
Butiran bening mengalir dari sudut matanya, ingin rasanya ia teriak namun lidahnya terasa kelu. Ia mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tas, dan ia mulai mengetik suatu pesan.
“Kak, kamu dimana? Cepat datang ke rumah sakit Citra Medika, nanti kita ketemu di sana. Aku mau pesan ojek dulu kak..”
Ting..
“Ada apa Len? Siapa yang sakit?” Balasan pesan dari sang kakak.
“Bapak … Sudah nanti kita ketemu di sana ya kak..”
Kembali ia masukan ponsel pribadinya ke dalam tas. Dengan langkah gontai, ia melangkahkan kaki keluar rumah karena rupanya ojek yang tadi dipesan sudah tiba di depan rumahnya.
*
Malam makin beranjak larut, namun Lena masih terduduk di teras rumahnya dengan ditemani lamunan tentang sang ayah dan kenangannya. Tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunannya.
“Mau sampai jam berapa kamu di situ?”
Lena langsung menoleh ke arah sumber suara karna ia sudah sangat hapal sekali dengan suara itu.
“Rizal?? Dari kapan kamu datang??”
“Aku sampai di Jakarta tadi sore” Jawab lelaki tampan yang diberi nama Rizal itu oleh orang tuanya.
“Kenapa nggak ngabarin aku kalau mau ke sini?” Tanya Lena sedikit memanyunkan bibirnya.
“Hahahaha!!” Rizal tertawa renyah.
“Kok malah ketawa, sih? Jahat!” Lena cemberut, namun malah membuat Rizal tambah semangat menggodanya.
“Aku sengaja nggak ngabarin lebih dulu karena mau kasih kamu kejutan.” Tutur Rizal.
Lena mencibir seraya menerobos masuk ke dalam rumah. Yaa.. Rizal dan Lena adalah dua orang sahabat dari kecil, mereka teman se-permainan karena dulu mereka tetanggaan. Dari sekolah dasar, SMP bahkan SMA pun mereka selalu bersama dan selalu satu sekolah. Hingga suatu hari mereka harus berpisah karena orang tua Rizal ditugaskan dinas ke luar daerah, jadi mau tidak mau Rizal ikut oleh keluarganya.
“Kita makan dulu, Zal, pasti kamu belum makan malam kan?” Ajak Lena.
“Oh nggak usah, Len. Aku mau langsung istirahat saja, capek banget badanku ini.” Jawab lelaki tampan itu.
“Ya sudah sana tidur, tuh kamar tamu ada di ujung sana, kamu nggak mungkin lupa tata letak rumah ini, ‘kan?” Canda Lena.
“Astagaaaa, tiba-tiba aku amnesia Leeenn..” Rizal berlagak meledek Lena.
“Yaa semoga aja Tuhan mendengar ucapan kamu barusan dan langsung dikabulkan-Nya nanti kamu amnesia.”
“Jahat kamu, Len” Kini giliran Rizal yang mencibir.
“Makanya kalo ngomong jangan asal, sudah sana istirahat, aku juga mau tidur.” Tambah Lena.
“Oke, good night, Len..” Ucap Rizal.
Lena membalas dengan senyuman, lalu kemudian bergegas menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
…
Pagi itu udara terasa amat sejuk, suara merdu burung-burung menambah indahnya nuansa pagi nan cerah. Lena terlihat sedang duduk santai di teras samping rumahnya yang asri, dengan celana hot pants warna hitam kesayangannya dan dipadu dengan kaos lengan pendek warna putih, rambut panjangnya disanggul acak menggunakan jedai korea bermotif loreng, tidak lupa di tangannya menggenggam secangkir kopi hitam favorite nya.
“Pagi, Len!”
Lena terhenyak dengan kehadiran Rizal yang persis di sampingnya, sesaat ia terlena dengan aroma wangi maskulin lelaki itu.
“Mau kemana kamu udah rapi banget pagi-pagi gini??”
“Nggak kemana-mana, kan dari dulu aku memang selalu rapi kan? Hehehehe.”
“Huuhh narsis.” Ucap Lena sambil menyeruput kopi yang sedari tadi berada di tangannya.
“Ha ha ha!” Rizal tertawa karena dibilang narsis.
“Sudah sarapan kamu, Zal?”
“Sudah barusan bareng Nindy” Jawab Rizal. “Rencana mau kemana kita siang ini, Len?” Sambung nya.
“KITAAAA?!! Kamu aja kali sama kalong wewe ha ha ha!!!” Ledek Lena.
“Iya kan kamu kalong wewe nya.” Balas Rizal tak mau kalah.
“Kalong wewe cantik aku mah.” Jawab Lena sembari mengibaskan rambutnya.
“Cantik sih, tapi killer ha ha ha!” Ledek Rizal.
“Hai!!” Sebuah suara mengejutkan Lena dan Rizal yang tengah asyik bercanda. Mereka mengalihkan pandangan ke arah sumber suara itu, dan …
Bersambung …
Penulis: Ulink Syesa (tinggal di Cipayung, Depok)




