“Cawe Cawe” Tidak Langgar Hukum

by Redaksi
0 Komentar 94 Pembaca

Rd. Yudi Anton Rikmadani

Istilah “cawe-cawe” secara harfiah berarti ikut campur atau terlibat dalam suatu urusan. Namun, dalam konteks politik di Indonesia, terutama setelah Presiden Jokowi menggunakan istilah ini, maknanya bisa lebih luas dan tergantung pada situasi politik tertentu.

Dalam diskusi politik terkait masa transisi kekuasaan dan pemilu, cawe-cawe yang dilakukan oleh seorang pejabat negara, terutama presiden, bisa menimbulkan pertanyaan tentang batas-batas hukum dan etika. Jika “cawe-cawe” dilakukan untuk memastikan proses demokrasi berjalan dengan lancar, seperti menjaga stabilitas politik atau memastikan transisi kekuasaan yang damai, tindakan tersebut biasanya dianggap sah dan tidak melanggar hukum.

Namun, jika cawe-cawe itu melibatkan upaya untuk mempengaruhi hasil pilkada, mendukung kandidat tertentu secara tidak netral, atau menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, tindakan ini dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan hukum, terutama jika ada pelanggaran terhadap aturan netralitas aparatur negara.

Isu “cawe-cawe” dalam pilkada Kota Depok mencuat belakangan ini karena pernyataan Wali Kota Depok Muhammad Idris mengatakan “Pasangan calon pada Pilkada tahun 2024 ada dua. Tapi tetap yang menang satu. Benar ya? Yang menang kudu satu”.

Menurut Rd. Yudi Anton Rikmadani, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Bung Karno, mengatakan cawe cawe tersebut bukan pelanggaran pemilu sebagaimana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Perkataan Wali Kota Depok Muhammad Idris, maksudnya adalah mengimbau kepada masyarakat untuk menyukseskan Pilkada Kota Depok, dengan Calon Pilkada Walikota Depok  berjumlah dua pasangan, dan pemenangnya satu. Sebagai bentuk penyampaian edukasi bagi masyarakat, hal ini wajar sebagai Wali Kota Depok saat ini.

Pasal 280 ayat (2) dan (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan:

Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikut sertakan:

a. Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;

b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;

c. gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;

d. direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;

e. pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;

f. aparatur sipil negara;

g. anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

h. kepala desa;

i. perangkat desa;

j. anggota badan permusyawaratan desa; dan

k. Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki hak memilih.

Oleh karena itu dalam Pasal tersebut tidak ada presiden maupun kepala daerah.

Kemudian, UU Pemilu mengatur bahwa presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota boleh terlibat dalam kampanye peserta pemilu dengan sejumlah syarat. Syarat-syarat itu tercantum dalam Pasal 281, bunyinya:

a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. menjalani cuti di luar tanggungan negara, dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan pemerintahan daerah. UU Pemilu juga menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden berhak melaksanakan kampanye.

Dalam aturan yang sama, UU Pemilu juga mengizinkan pejabat negara yang merupakan kader partai politik untuk berkampanye. Tidak ada ketentuan pidana dalam hal para pejabat berkampanye.

Dengan demikian cawe cawe tersebut bukan pelanggaran pemilu  sebagaimana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Bang Anton, panggilan akrabnya berpesan, masyarakat harus cerdas dalam memilih pemimpin untuk 5 (lima) tahun kedepan. **


Penulis: Rd. Yudi Anton Rikmadani, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Bung Karno. Tinggal di Depok

Baca juga

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel & foto di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi!!