Bekal Guru Membersamai ABK

by Redaksi
0 Komentar 1877 Pembaca

Swara Pendidikan.co.id-(Depok)

Tingginya jumlah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang bersekolah di sekolah inklusi, menuntut kesiapan dari elemen sekolah, terutama para guru yang langsung berinteraksi dengan anak. Guru menjadi elemen penting di sekolah inklusi, karena dalam waktu bersamaan guru dituntut melakukan pengajaran kepada siswa yang tidak mengalami masalah tumbuh kembang dan siswa berkebutuhan khusus, yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan parsial.

Survei singkat pada 33 guru sekolah inklusi di kota Depok, didapatkan sebagian besar guru mengaku belum semua guru disiapkan untuk mengajar dan mendidik anak berkebutuhan khusus, padahal sekolah mereka setiap tahun menerima siswa berkebutuhan khusus. Jika keadaan ini dibiarkan maka dampak yang akan muncul adalah ABK tidak mendapatkan pendidikan yang optimal. Keadaan yang lebih merugikan adalah guru merasa tidak nyaman selama mengajar ABK, karena guru tidak siap mengajar pada siswa dengan kondisi khusus.

Untuk mengatasi sebagian masalah pada guru di sekolah inklusi, beberapa waktu lalu, tepatnya tanggal 27 dan 28 Juli 2017, Tim Pengabdi yang diketuai Dr. Allenidekania, SKp., MSc mengadakan program pelatihan pemberdayaan guru di sekolah inklusi dalam rangka meningkatkan kemampuan berkomunikasi terapeutik pada anak berkebutuhan khusus di kota Depok. Program ini didanai oleh Program UI Peduli-Ramah Anak  tahun 2017. Sebanyak 33 guru yang mewakili guru SD dan SMP di 11 kecamatan di kota Depok berpartisipasi di kegiatan ini. Pelatihan dua hari ini dibagi menjadi seminar mengenai ABK dan komunikasi terapeutik, dilanjutkan pada hari kedua dengan kegiatan workshop berupa praktik untuk melatih keterampilan guru melakukan komunikasi terapeutik.

Pelatihan dibuka Ibu Ketua PKK kota Depok, Hj. Elly Farida, didampingi Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kota Depok, Bapak Mulyadi, MPd. Tim pengabdi yang memberikan materi komunikasi terapeutik terdiri dari Dr. Allenidekania, MSc; Ns. Fajar Tri Waluyanti,

MKep.,Sp.Kep.An., IBCLC dan Ns. Defi Efendi, MKep.,Sp.Kep.An. Tim pengabdi adalah dosen dan peneliti di Departemen Keperawatan Anak Universitas Indonesia.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) didefinisikan sebagai anak yang memiliki atau dalam kondisi berisiko mengalami masalah kronik secara fisik, perilaku, perkembangan dan kondisi emosional. ABK membutuhkan pelayanan yang sesuai kondisinya. Kondisi berikut yang termasuk ABK antara lain tunanetra, tunarungu tunadaksa, berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, tunagrahita, anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik, anak yang mengalami gangguan komunikasi dan tunalaras, anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku. ABK usia sekolah berhak mendapatkan pendidikan dari lembaga pendidikan formal. Jumlah ABK di Indonesia diperkirakan 11,7 anak dalam 10.000 anak atau setara dengan satu orang ABK dalam 855 anak. Mnurut UUD 1945 pasal 31 setiap orang, termasuk ABK memiliki hak yang sama dalam pendidikan. Selanjutnya Peraturan Menteri Pendidikan No.70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusi menerangkan bahwa pendidikan inklusi bertujuan memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, mental, emosional dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan. Sekolah inklusi ingin mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Dengan demikian pelayanan pendidikan di sekolah inklusi memungkinkan siswa berinteraksi antara anak reguler dengan ABK sehingga dapat melatih empati, saling memahami dan mengerti adanya perbedaan.  Menurut dinas pendidikan kota Depok, jumlah SD inklusi di kota Depok adalah 219 buah (Disdik, Depok, 2014). Tingginya jumlah SD inklusi menandakan tingginya jumlah ABK di kota Depok.

Sekolah inklusi merupakan sekolah biasa (reguler) yang menerima ABK sebagai murid dan menyediakan kurikulum, kegiatan pembelajaran, sarana dan prasarana serta penilaian yang disesuaikan untuk ABK. ABK akan mendapatkan pelayanan pendidikan dan guru pendamping. Berbagai gaya

pembelajaran di sekolah inklusi dapat dikreasikan tergantung keadaan ABK.

Penyebab ABK sampai saat ini masih belum jelas, namun ABK dapat dikelompokkan berdasarkan ABK karena berhubungan dengan fisik terdiri dari tunadaksa, tunanetra, tunarungu dan tunawicara. ABK karena perilaku, perkembangan dan emosional terdiri dari ADHD (kesulitan memusatkan perhatian), Autisme, kesulitan belajar dan kesulitan belajar spesifik, Palsi serebral, Retardasi mental (IQ<70), conduct disorder dan gifted child (IQ>130).

Tumbuh Kembang ABK usia sekolah dan risiko yang dihadapi

Pertumbuhan fisik ABK hampir tidak berbeda dengan anak reguler pada umumnya. Namun anak retardasi mental karena masalah organik, palsi serebral menunjukkan kondisi fisik berbeda. Perkembangan ABK seringkali muncul adanya kondisi tertekan baik di rumah maupun di sekolah, adanya masalah dengan teman sebaya dan aktifitas sehari–hati. Performa sekolah yang buruk, hasil akademik yang tidak sesuai harapan, masalah yang berhubungan dengan orangtua atau saudara seperti ketergantungan, masalah pada persepsi tentang dirinya (terkadang memiliki harga diri rendah). Selain itu, ABK memiliki kemampuan mengatasi masalah yang kurang adaptif terhadap situasi yang penuh tekanan. Dapat disimpulkan ABK mengalami perbedaan milestones perkembangan sesuai usia.

Perbedaan yang dimiliki ABK, memposisikan ABK pada beberapa risiko seperti: dibully. ABK beresiko dibully oleh teman-temannya. Oleh karena itu sekolah perlu memberikan edukasi tentang empati supaya anak-anak mengerti tentang perbedaan. Resiko lain adalah berkelahi dengan teman.

Pemahaman tentang kondisi ABK juga diperlukan karena sering menimbulkan salah paham, yang berakibat terjadinya perkelahian. Cidera terutama pada ABK yang memiliki masalah fisik. Oleh karena itu sarana prasarana sekolah yang ramah ABK diperlukan, misalnya tangga yang diberikan arah naik dan turun, toilet tidak licin, bangku dan meja yang aman. Risiko yang berhubungan dengan harga diri dapat terjadi pada ABK yang sering mengalami adaptasi fisik di sekolah. Demikian juga dengan ABK yang mengalami kesulitan belajar spesifik, mereka mengalami kesulitan di bidang akademik. Mogok sekolah sering dialami pada ABK karena merasa terbebani oleh pencapaian akademik. Sekolah yang sering menilai siswa dari sisi pencapaian akademik saja akan merugikan ABK. Padahal ABK juga diberikan bakat dan potensi lain yang dapat diasah dan membuat anak berprestasi dibidang tertentu. Kemampuan spesial yang dimiliki ABK yang biasanya diluar bidang akademik perlu diberikan wadah yang dapat mengasah kemampuan ABK seperti olahraga, seni tari, seni musik, seni lukis, dan lain lain.

Secara umum komunikasi dibagi menjadi 2 bagian yaitu komunikasi verbal (lisan) dan nonverbal (pesan disampaikan melalui ekspresi wajah, intonasi suara, gerakan bagian tubuh, pakaian yang dikenakan, postur tubuh, dan kontak mata). Pada setiap interaksi, komunikasi verbal berperan hanya 35%, sisanya 65% disampaikan secara nonverbal. Mosby Medical Dictionary mendefinisikan komunikasi terapeutik sebagai interaksi antara tenaga kesehatan, dengan kliennya yang ditujukan untuk memberikan kenyamanan, rasa aman, percaya dan sejahtera.

Manfaat komunikasi terapeutik dapat menumbuhkan interaksi positif, meningkatkan kemampuan personal, meningkatkan keterbukaan dan dapat menumbuhkan cara pandang holistik, baik oleh si pemberi pesan dan penerima pesan. Dalam berkomunikasi, Kolucki dan Lemish (2011) menerangkan 4 prinsip komunikasi kepada anak yaitu menghargai perbedaan, positif dan menguatkan, memandang utuh, dan sesuai usia dan ramah anak. Guru perlu mempertimbangkan faktor pendukung dan penghambat komunikasi yang dapat terjadi, antara lain panca indra, kemampuan berpikir, emosi saat itu, lingkungan, pengalaman masa lalu dan prasangka yang mungkin timbul.

Komunikasi teraupeutik penting dilakukan guru pada ABK, karena beberapa alasan antara lain komunikasi merupakan kebutuhan dasar setiap orang. ABK memiliki kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi untuk pertumbuhan dan perkembangannya dan ABK berisiko terhadap perilaku abai dan kekerasan. Guru memiliki peran penting dalam mengarahkan

ABK agar bisa mengikuti pembelajaran di kelas dan berinteraksi secara positif di lingkungan sekolah.

Aplikasi komunikasi terapeutik dengan anak:

  1. Beri kesempatan anak untuk merespon
  2. Berbicara bergantian
  3. Berikan instruksi sederhana dan jelas
  4. Batasi jumlah pesan
  5. Gunakan ekspresi wajah
  6. Hindari pelit pujian
  7. Ekspresikan perasaan dan pikiran

Tehnik “I message”digunakan untuk mengekspresikan perasaan atau pikiran. Bisa digunakan oleh guru dan anak. I message memiliki formula:

Saya kira …. (eskpresi pikiran)

Saya rasa …. (ekspresi perasaan)

Karena … (alasan spesifik mengapa pikiran / perasaan muncul)

Saya ingin… (saran untuk mengatasi situasi sulit yang tengah dihadapi)

Manfaat dari tehnik I message bagi anak adalah belajar mengekspresikan perasaan dan pikirannya kepada guru tentang apa yang dirasakan dan diinginkannya, dan guru diharapkan berespon dengan tepat dengan mendorong anak menyampaikan keinginannya. Sebaliknya I message bagi guru bermanfaat untuk membimbing siswa dalam berkomunikasi dengan tehnik I message dan membiasakan guru dan siswa menggunakan tehnik ini dalam setiap kesempatan.

Teknik Komunikasi Guru dengan ABK

Guru perlu menyadari bahwa berkomunikasi dengan ABK membutuhkan waktu lebih lama, dan juga cara berkomunikasi yang berbeda-beda tergantung jenis ABK. Beberapa teknik yang sudah dibuktikan dapat membantu komunikasi guru dengan ABK antara lain melalui beberapa tehnik di bawah ini:

Musik merupakan bahasa universal, terutama bagi ABK tipe nonverbal. Musik dapat membantu mengekspresikan diri tanpa kata kata.

Sentuhan membantu anak meningkatkan keterampilan motorik halus, khususnya pada anak yang tunarungu dan tunanetra. Sentuhan dapat membantu anak membangun konsep karena menghubungkan objek dengan pengalaman. Selain itu sentuhan dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan motorik halus, dengan cara memberikan berbagai tekstur berbeda untuk dikenali sehingga mereka terampil membedakan berbagai objek.

Karya Seni dapat digunakan ABK nonverbal dengan cara yang kreatif. Karya seni tidak ada kata benar atau salah, karena dalam seni semua dihargai.

Gerakan membantu ABK merasa lebih terlibat dalam belajar, gerakan dapat meningkatkan fokus, perhatian dan mengendalikan keinginan yang tidak terkendali. Gerakan bisa juga menjadi ekspresi diri ABK.

Cerita Sosial diperkenalkan oleh Carol Grey yang didefinisikan sebagai panduan visual dan tertulis untuk menggambarkan situasi yang berbeda-beda yang meliputi keterampilan, interaksi sosial dan perilaku. Cerita sosial membantu ABK mengelola situasi sosial, khususnya pada Autis.

Teknologi dapat membantu ABK berkomunikasi. ABK jenis nonverbal dan terbatas dalam berkomunikasi dapat menggunakan tablet dan menggunakan alat yang mengeluarkan suara (voice output device).

Banyak aplikasi yang dapat digunakan ABK untuk belajar, salah satunya  aplikasi yang mengajarkan ABK menulis sesuai dengan gambar.

Gesture merupakan gaya tubuh yang digunakan dalam berkomunikasi dengan ABK. Hal ini sangat menguntungkan bagi ABK dengan masalah pendengaran. Gesture yang dibuat guru sesuai pesan yang ingin disampaikan, diharapkan konsisten.

Motivasi perlu dilakukan guru dengan tepat. ABK juga memerlukan pujian untuk menguatkan perilaku positifnya. Bagi ABK, menyelesaikan tugas sulit atau berjuang melalui situasi sosial tertentu memerlukan penguatan dari guru dan lingkungan sekitar.

Bahasa Isyarat digunakan untuk mengkomunikasikan pesan tanpa kata. Bahasa ini dapat diaplikasikan pada ABK yang bisu, tuli dan tipe nonverbal. ABK dapat berkomunikasi dengan lain tanpa merasa frustasi akibat ketidakmampuan berkata kata.

Berkomunikasi dengan anak regular dan ABK dengan gaya yang sama. Guru berbicara dengan ABK sama seperti dengan anak lainnya, karena sebagian ABK tidak mengalami fungsi bicara dan fungsi pendengaran. Dengan cara ini ABK merasa tidak dibeda-bedakan.

Waktu transisi. Guru memberikan jeda antara satu komunikasi dengan yang lainnya. Demikian juga pada kegiatan yang melibatkan ABK. Cerita sosial membantu ABK membuat proses transisi lebih mudah.

Dapat disimpulkan makin bervariasi guru menggunakan tehnik komunikasi saat berkomunikasi dengan ABK, makin baik respon yang akan diterima ABK sebagai proses perkembangannya.

Sebagai kesimpulan, komunikasi merupakan kebutuhan manusia pada tiap rentang usia. Komunikasi terapeutik merupakan sebuah upaya untuk memberikan rasa aman, percaya dan sejahtera selama menyampaikan informasi.  Pengetahuan yang adekuat tentang teknik komunikasi terapeutik dibutuhkan untuk mendapatkan manfaat komunikasi yang optimal pada anak. Selain itu, Guru perlu mengetahui jenis ABK dan perkembangan ABK usia sekolah serta risiko yang mungkin terjadi, sehingga guru dapat mengantisipasi situasi yang merugikan ABK. Teknik “I message” dapat diajarkan kepada ABK dan digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari, antara guru dan ABK. Teknik ini membutuhkan latihan yang terus-menerus dan penerapannya secara konsisten.

Penulis

Dr. Allenidekania, SKp.MSc

Ns. Fajar Tri Waluyanti, Sp.Kep.An

Ns. Defi Efendi, Sp.Kep.An

Departemen Keperawatan Anak

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Baca juga

Tinggalkan Komentar